Sumber: Instagram DoctrineUK – Hari Disabilitas Internasional, https://www.instagram.com/p/Cln8OoMMUea/

ARTICLE

Penulis: Ike Dhiah Rochmawati, PhD Student in Public Health – University of Glasgow

Peringatan Hari Disabilitas Sedunia yang jatuh pada tanggal 3 December 2022 turut disemarakkan oleh Doctrine UK, sebagai komunitas mahasiswa Doktoral di UK dengan menggelar seminar virtual publik. Gelaran webinar yang mengambil judul Pendidikan Inklusif di Inggris: Strategi Pengembangan Diri Mahasiswa Disabilitas, diselenggarakan dengan dua pembicara handal, yaitu Luthfi Azizatunnisa (PhD in Epidemiology and Population Health, LSHTM) dan Taufiq Effendy (PhD in Language Education, Queen’s University Belfast). Acara berjalan lancar dengan moderator Ayu Kusumastuti (PhD Sociology and Social Policy, University of Leeds). Rangkaian seminar dimulai dengan sambutan oleh Ketua Doctrine UK, Gatot Subroto (PhD in Project Management, UCL). Dalam sambutannya, disampaikan tujuan dari seminar yaitu sebagai sharing session dan memberikan motivasi kepada para peserta untuk dapat mengejar pendidikan tinggi dan melawan keterbatasan.

Secara umum, sharing session terbagi menjadi beberapa topik besar, yaitu: pengalaman terkait sistem untuk penyandang disabilitas di Indonesia, kehidupan mahasiswa penyandang disabilitas di Inggris, serta persiapan pengajuan beasiswa untuk studi doktoral di Inggris. Kedua narasumber berbagi pengalamannya secara bergantian dan diakhiri dengan sesi tanya jawab oleh peserta.

Ada beberapa poin menarik ketika berbicara mengenai sistem untuk mendukung penyandang disabilitas di Indonesia. Pemenuhan dan peningkatan fasilitas untuk penyandang disabilitas perlu ditingkatkan sehingga tidak ada hambatan fisik ketika menempuh studi di Universitas. Safety procedure juga perlu ditata lebih baik dengan menambahkan poin khusus untuk disabilitas. Keterbatasan fasilitas seharusnya tidak menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan tinggi. Sejauh ini pembenahan sudah dilakukan di beberapa ruang publik maupun ruang perkuliahan dengan menyiapkan fasilitas seperti handrail dan toilet khusus.

Tantangan lain juga ditemui oleh penyandang disabilitas, yaitu adanya kesetaraan akses. Hambatan fisik yang dimiliki membuat sebagian masyarakat menilai ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan. Stigma yang muncul membuat penyandang disabilitas terisolasi secara sosial. Masyarakat perlu memahami bahwa disabilitas merupakan risiko yang dapat dimiliki setiap individu, bisa terjadi secara temporer maupun permanen. Tenaga medis juga perlu peningkatan kapasitas untuk mengelola penyandang disabilitas, khususnya disabilitas permanen karena ada resiko penurunan kualitas hidup bila tidak dikelola dengan baik.

Beberapa kemudahan pun diterima oleh penyandang disabilitas ketika menempuh pendidikan doktoral di Inggris. Fasilitas sudah mengakomodasi penyandang disabilitas fisik sehingga memudahkan untuk kehidupan sosial di Inggris, seperti sidewalk, moda transportasi yang ramah disabilitas, dan juga akses keluar masuk gedung. Ruang kerja untuk PhD student juga disiapkan secara ergonomis untuk penyandang disabilitas. Stigma masyarakat setempat juga cukup baik dan menghormati serta memberikan ruang bagi penyandang disabilitas. Universitas di Inggris memiliki disability support unit yang dapat diakses sebelum mahasiswa mendaftar untuk mengemukakan disabilitas yang dimiliki dan kemungkinan kendala yang muncul di tengah-tengah studi. Support yang diberikan oleh universitas inilah yang membuat mahasiswa dengan disabilitas dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki selama studi. Supervisor selama studi doktoral juga terbuka untuk para penyandang disabilitas dan tidak perlu segan untuk menyampaikan di awal mengenai keterbatasan yang dimiliki.

Banyak beasiswa yang membuka skema untuk penyandang disabilitas. Di Indonesia, ada BPI (Beasiswa Pendidikan Indonesia), Kemdikbud, maupun LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang menyiapkan skema khusus disabilitas. Australia Awards Scholarship juga menyediakan dana untuk mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas. Beasiswa lain yang ditawarkan oleh instansi luar negeri juga tersedia untuk para penyandang disabilitas, Informasi beasiswa-beasiswa ini dapat diakses secara gratis di website masing-masing institusi dan calon mahasiswa harus memperbaharui informasi yang bisa jadi berbeda di setiap periode beasiswa atau setiap tahunnya.

Hambatan juga ditemui oleh penyandang disabilitas di Inggris. Kesulitan yang pertama adalah mencari akomodasi yang wheelchair friendly. Tidak semua akomodasi memiliki akses lift yang mengakomodasi penyandang disabilitas, jadi dibutuhkan waktu dan pencarian informasi lebih detail untuk memilih akomodasi. Perbedaan cuaca dengan Indonesia juga menjadi masalah untuk penyandang disabilitas tertentu. Selain itu, masih ada sebagian kecil masyarakat setempat yang memandang sebelah mata pada penyandang disabilitas.

Beberapa pertanyaan dilontarkan oleh peserta kepada narasumber secara bergantian. Pertanyaan yang diajukan seperti skema beasiswa, kemudahan akses tes Bahasa Inggris sebagai syarat beasiswa, serta ketersediaan pendamping selama studi. Segala keterbatasan dan kebutuhan yang dimiliki oleh penyandang disabilitas dapat disampaikan di awal ke universitas tujuan, sehingga universitas dapat menyiapkan fasilitas maupun sumber daya manusia untuk membantu memaksimalkan potensi studi bagi para penyandang disabilitas.

Pada akhirnya, kita semua harus memahami bahwa disabilitas dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Sehingga, tidak adil rasanya jika kita tidak memberikan ruang yang sama bagi teman-teman disabilitas untuk bisa berkarya sesuai potensi yang dimiliki masing-masing.

***

Keterangan:
Artikel ini merupakan aset pengetahuan organisasi dengan nomor registrasi DOCTRINE UK No. 2022-12-23-Articles.

Recording Webinar DoctrineUK – Hari DIsabilitas Internasional 2022