Sumber: Microsoft power points stock image

PhD Life Hack

Penulis:
Hanif Santyabudhi, PhD Student in Ocean and Earth Science, University of Southampton

 

Memulai sesuatu yang baru seringkali menimbulkan berbagai macam perasaan, mulai dari senang, harap-harap cemas sampai gelisah. Sama halnya seperti memulai perjalanan PhD, tahun pertama studi biasanya menimbulkan banyak ekspektasi sekaligus kekhawatiran akan hal apa saja yang akan datang setahun ke depan. Kalau boleh saya analogikan, perjalanan studi doktoral sama halnya dengan pendakian gunung, dimana mencapai puncaknya adalah titik tertinggi dari pencapaian studi akademik secara formal, yaitu gelar doktor. Selama pendakian, kita harus selalu semangat dan optimis, namun perlu juga merencanakan banyak hal agar perjalanan yang dilalui bisa dijalani dengan baik.

Seperti apa yang dikatakan oleh petinju favorit saya, Muhammad Ali: ‘It’s not the mountain you need to be aware of, but the rocks inside your shoes’, yang berbahaya bukan seberapa tinggi puncak yang ingin diraih, tapi batu sandungan kecil yang seringkali tidak kita perhatikan namun bisa membuat pendakiannya jadi tidak nyaman dan bahkan menyakitkan.

Oleh karena itu, mari kita identifikasi batu-batu apa saja yang bisa kita temui di tahun pertama PhD!

Pertama, literature review. Dokumen ini adalah salah satu dokumen paling menakutkan bagi banyak ‘PhD pemula’ karena banyaknya materi yang harus dilahap dalam kurun waktu yang sangat singkat. Tidak hanya itu, kita juga harus bisa mengejawantahkan apa yang sudah kita telan dengan baik. Padahal tidak memuntahkannya saja sudah bisa dibilang kesuksesan tersendiri. Hal pertama yang bisa saya sarankan adalah belajar membaca! Ya, belajar membaca. Salah satu hal yang sudah kita pelajari sejak masih sangat hijau di taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Namun yang saya maksud dalam konteks PhD adalah belajar membaca artikel saintifik dengan efektif, efisien dan sistematis tanpa mengurangi komprehensi. Dalam menulis literature review, kita harus membaca banyak sumber. Oleh karena itu, kalau kita membaca banyak paper seperti halnya ketika kita menekuni karya Haruki Murakami, literature review kita tidak akan pernah selesai. Selanjutnya, tetap fokus ketika mengumpulkan sumber karena seringkali kita ‘tergiur’ akan sebuah paper yang bombastis dari segi judul namun secara konten tidak begitu relevan dengan studi yang dipelajari. Jangan sampai kalian jadi korban ‘search → download → forget’ selanjutnya ya!

Kedua, mandatory courses atau training. Universitas pada umumnya memiliki program induction bagi mahasiswa baru untuk melakukan orientasi di program studinya. Hal ini biasanya diramu dalam bentuk courses atau training. Salah satu contoh yang dilakukan oleh University of Southampton adalah pemberian mandatory training terkait Data Management Plan yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa, terutama ketika kita perlu menyimpan dan mendistribusikan data hasil riset dengan sistematis. Selain soft skills, universitas juga biasanya mewajibkan mahasiswanya untuk mengambil pelatihan yang berkaitan dengan values yang dianut oleh institusi, contohnya inclusivity.

 

Ketiga, refining methods dan technical aspects. Banyaklah berbuat salah (ketika belajar dan mencoba) di tahun pertama! Maksudnya adalah banyak mencoba dan me-refine hal-hal teknis. Hal ini biasanya sangat relevan bagi mahasiswa yang melakukan riset di laboratorium karena banyak hal teknis yang harus dipelajari. Namun, dengan maraknya penggunaan software dan programming language untuk keperluan analisis di studi non-laboratorium, sepertinya saran ini bisa berlaku secara umum. Banyaklah mencoba, sehingga ketika tugas utama sudah di depan mata, kita sudah punya peralatan perangnya!

 

Keempat, pelajari hal-hal administratif dari universitas.

Hal yang berbau administrasi biasanya mengernyitkan dahi. Namun jangan antipati terlebih dahulu karena dengan mempelajari hal-hal seperti ini bisa membantu kita untuk lebih strategis dalam menjalani studi.

Contohnya di University of Southampton, ada dokumen bernama Data Management Plan (yang sudah disebut sebelumnya) dan Training Plan yang harus di-submit secara berkala. Teman-teman mungkin juga harus berhadapan dengan ethics application yang sangat berat. Oleh karena itu, dengan mengetahui deadline serta ketentuannya, kita bisa terhindari dari keteteran masalah administrasi.

Last but not least, bangun hubungan baik dengan supervisory team. Berbeda halnya dengan pembimbing saat kita studi strata-I, supervisory team khususnya di UK lebih terasa egaliter. Mereka menganggap kita sebagai researcher trainee alih-alih anak buah. Oleh karena itu, membangun hubungan baik dengan mereka adalah hal yang sangat memungkinkan. Studi PhD adalah salah satu sarana kita untuk berlatih menjadi independent researcher, oleh karena itu cara bersikap dengan kolega adalah salah satu hal yang juga perlu diasah. Selalu jaga kontak dengan supervisory team secara reguler dan tentukan ekspektasi bersama terkait kemajuan studi yang akan dikejar. Poin-poin yang biasanya dibahas dalam sebuah supervisory meeting antara lain: arah penelitian, pelatihan yang diperlukan untuk menjalankan riset, logistik penelitian, dan masih banyak lagi. Sekali lagi, selalu komunikasikan hal-hal terkait studi (maupun bukan) dengan supervisory team karena kita tidak sendiri di perjalanan ini. Mungkin masih banyak hal yang belum kita bahas, namun sepertinya ini sudah cukup untuk memulai. Selamat mendaki tahun pertama, di perjalanan panjang nan menyenangkan ini, dan see you on the top of the mountain, mate!

 

Reference:

How to read and understand a scientific paper: a guide for non-scientists (https://blogs.lse.ac.uk/impactofsocialsciences/2016/05/09/how-to-read-and-understand-a-scientific-paper-a-guide-for-non-scientists/).

 

*) Artikel ini merupakan aset pengetahuan organisasi dengan nomor registrasi DOCTRINE UK Artikel No. 2022-10-5-PLH.