Keterangan: Hasil kebun penulis pada musim panas 2022
Sumber: dokumentasi pribadi.
PhD Life Hack
Penulis:
Dyah Adi Sriwahyuni
PhD Candidate in Management, Queen Mary University of London
Menjadi seorang mahasiswa tingkat doktoral pastilah tidak mudah dan penuh tantangan. Survei yang dilakukan Nature terhadap 6.320 mahasiswa yang baru memulai karir sebagai peneliti menyebutkan upaya resilience diantara stres, ketidakpastian dan perjuangan dengan depresi dan kecemasan. Bahkan, sebanyak 45% responden menyatakan tingkat kepuasan atas pengalamannya kembali ke bangku kuliah memburuk. Data secara utuh dapat diakses lebih lanjut di tautan berikut: go.nature.com/2nqjndw. Setiap tahun dari empat tahun perjalanan menjadi mahasiswa doktoral memiliki tantangan masing-masing. Apalagi saya, seorang birokrat yang beralih peran menjadi peneliti dan masuk dunia akademisi di Inggris merasakan semakin beratnya tantangan tersebut. Membalik mindset dari seorang praktisi menjadi seorang peneliti bukanlah hal yang mudah. Buat saya perlu waktu setahun lebih untuk bisa memahami dengan baik apa ekspektasi dari dunia akademisi di Inggris ini.”
“Nature PhD survey puts spotlight on mental health, harassment and student debt”
Survey of over 6,300 PhD students worldwide shows most to be satisfied with their PhD experience, but highlights issues affecting student well-being such as working hours, funding and bullying. More at: https://group.springernature.com/gp/group/media/press-releases/archive-2019/nature-phd-survey-puts-spotlight-on-mental-health/17372858
Di akhir tahun pertama, biasanya para mahasiswa doktoral ini juga berhadapan dengan sidang upgrade yang menentukan lolos tidaknya mahasiswa tersebut untuk melanjutkan penelitiannya. Kalau lolos, di tahun kedua, biasanya kita sudah disibukkan dengan urusan perolehan persetujuan etika kampus untuk pengumpulan data di lapangan. Di tahun ketiga, kita masih sibuk dengan pengumpulan data ditambah dengan tahap analisa data. Kemudian, di tahun keempat, tahap writing up sudah menunggu dan mulai membicarakan pengajuan tesis dan proses viva atau sidang tesis dengan supervisor. Rasa-rasanya, kita harus melakukan sprint selama empat tahun, tanpa istirahat.
Begitulah sekilas gambaran mengenai tantangan kehidupan mahasiswa doktoral. Namun, melalui artikel ini saya ingin berbagi pengalaman bagaimana mengatasi emosi-emosi negatif yang sering menghantui, seperti stres, ketidakpastian, depresi, dan kecemasan. Berbeda dengan artikel-artikel yang biasa ditemui di Internet mengenai upaya untuk menjaga well-being dan mental health melalui manajemen waktu, tidur yang cukup, makan makanan sehat, atau olah raga, saya akan memfokuskan pada satu praktik yang sudah saya geluti tujuh tahun belakangan ini, yaitu GARDENING! Saya mengenal praktik gardening dari warga Australia yang, seperti Inggris juga, umumnya memiliki halaman rumah yang cukup luas. Saya melihat bagaimana mereka menanam beragam sayuran yang dapat memenuhi kebutuhan pangan organik mereka. Dari situ saya melihat wajah kebahagiaan saat mereka melakukan praktik gardening yang cukup mundane, seperti menggali tanah, menata landscape kebun, memupuk, mencabut rumput liar, sampai memanen hasil kebun. Inggris pun, melalui NHS, secara resmi menerbitkan kebijakan social prescription sejak Januari 2019. Sehingga, gardening turut memiliki peran sentral dalam meningkatkan mental health dan well-being warganya.
Keterangan: Praktik menyiram dalam gardening
Sumber: Microsoft power points stock image
Di Indonesia, praktik gardening tidak sulit dilakukan. Kita cukup beruntung memiliki privilege kehangatan sinar matahari sepanjang tahun. Namun, bagaimana dengan Inggris dengan empat musimnya. Meskipun tidak semudah dan sesering di Indonesia, kita juga dapat melakukan gardening sejak musim semi atau ketika cuaca mulai menghangat. Biasanya saya mulai dengan menyemai benih secara indoor, yaitu dengan menaburnya di dalam pot-pot kecil yang saya letakkan di dalam rumah dekat jendela dapur agar mendapatkan sinar matahari dan terlindung dari cuaca dingin di luar. Benih ini saya dapat dari sisa bahan dapur, seperti biji paprika, cabe, dan tomat. Namun, ada juga cara yang lebih pragmatis, misalnya dengan membeli bibit yang sudah memiliki daun sejati. Keuntungannya, bibit ini tinggal kita tanam di kebun dan umumnya lebih tahan hidup dibandingkan dengan yang saya semai dari benih. Pemindahan bibit ini, baik saya beli sudah jadi atau saya semai sendiri, dapat saya lakukan pada saat masuk musim panas, ketika cuaca sudah cukup hangat. Selanjutnya, saya tinggal merawatnya setiap hari, seperti mencabut rumput liar di sekitar tanaman pokok, menyiram, menambahkan kompos, dan memetik daun-daun kecil yang biasanya tumbuh di ketiak tanaman tomat. Beragam praktik berkebun inilah yang membuat saya banyak belajar dan merenung mengenai arti kehidupan dan membuat saya lebih sabar, lebih reflektif, lebih bersyukur, yang kemudian menurunkan level stres atau kecemasan.
Keterangan: Hasil kebun penulis pada musim panas 2022
Sumber: dokumentasi pribadi.
Empat manfaat gardening
Berikut ini adalah empat manfaat gardening untuk saya dan mungkin juga dapat dirasakan oleh mahasiswa doktoral lainnya. Pertama, meningkatkan kesabaran. Berkebun tidak menghasilkan sesuatu yang instan. Proses yang cukup lama, sekitar 5 bulan-an, untuk melihat hasil dari upaya saya menabur benih paprika sampai membuahkan paprika membuat saya menjadi lebih sabar. Ini melatih saya untuk menghadapi tantangan hidup setiap hari dengan sabar, termasuk aspek penelitian. Kedua, menghargai proses. Praktik gardening yang prosesual, mulai dari penyemaian benih, pemindahan bibit, perawatan harian, sampai dengan pemanenan, membuat saya lebih menghargai proses. Yang menjadi penting bukan lagi berapa banyak tomat yang akan saya panen, melainkan bagaimana saya menikmati proses gardening dan bagaimana saya merawat tanaman-tanaman ini dengan baik.
Ketiga, memahami adanya faktor di luar kendali. Mungkin saya sudah melalui seluruh proses gardening dengan baik, saya sudah memberikan waktu dan tenaga saya untuk merawat tanaman-tanaman ini, namun saat berbuah, ada seekor Squirrel yang “memetik” paprika saya atau siput yang memakan daun cabe. Sedih iya, tapi saya menyadari hal ini di luar kendali. Akibatnya, saya berusaha melatih diri untuk memaksimalkan kemampuan diri dalam mengendalikan hal-hal yang bisa saya kendalikan. Misalnya, dalam aspek penelitian, saya berusaha memenuhi semua kriteria yang diperlukan untuk memperoleh persetujuan etika kampus dan melakukan penyesuaian yang diperlukan. Keempat, meningkatkan rasa syukur. Manfaat pamungkas dari gardening adalah membuat saya lebih banyak bersyukur. Dengan menghargai proses dan memahami adanya faktor di luar kendali, saya tidak melihat segala sesuatu sebagai taken-for-granted. Saya sering sekali bersyukur dan mengucapkan terima kasih untuk hal-hal baik sekecil apapun. Bahkan, hal-hal kurang nyaman yang hadir tetap dapat diambil hikmahnya. Meskipun Squirrel memakan paprika saya, setidaknya saya memberikan manfaat buat makhluk Tuhan lainnya. Perspektif seperti ini membuat saya bersyukur dan menghargai setiap hasil dari proses penelitian saya, seperti menemukan lensa teori yang cocok, mendapatkan persetujuan etika kampus, mewawancarai partisipan yang relevan, sampai setiap kata yang bisa saya tuliskan di konsep tesis.
Berkebun dengan komunitas meningkatkan rasa kebermanfaatan diri
Selain berkebun di kebun sendiri, berkebun dengan komunitas taman dekat rumah juga beberapa kali saya lakukan. Keunggulannya adalah, di luar kesibukan saya sebagai peneliti, saya dapat memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat atau komunitas sekitar. Hal ini meningkatkan rasa percaya diri sebagai individu yang merupakan bagian dari komunitas yang besar. Mungkin terlihat sederhana, namun, kegiatan mencabut rumput liar yang banyak sekali kita jumpai di taman publik dan kemudian membuatnya bersih serta siap ditanami, membuat saya merasa menjadi seorang individu yang sangat bermanfaat. Sesaat, saya cukup bisa melupakan stres dan kecemasan akibat konsep tesis yang masih amburadul. Perasaan membawa kebermanfaatan ini pun memberikan saya semangat baru untuk menulis tesis. Selain itu, isu global perubahan iklim juga membuat saya semakin bersemangat untuk turut berkontibusi positif dalam skala meso, setidaknya membawa perubahan yang baik untuk lingkungan di sekitar komunitas tempat tinggal. Saya pun percaya jika praktik level meso ini dilakukan oleh banyak komunitas, pastinya dampaknya juga akan lebih besar.
Keterangan: Penulis berkebun sukarela (volunteer) bersama komunitas berkebun Taman Arnos Grove
Melalui beragam manfaat gardening yang saya sampaikan di atas, secara keseluruhan, saya merasa kehidupan saya lebih baik dan lebih positif. Akibatnya, hal-hal positif ini juga akan menarik banyak positivity lainnya, termasuk dalam aspek kegiatan penelitian. Level stres, depresi dan kecemasan juga saya rasakan menurun. Melalui gardening, saya pun dapat memahami mengenai adanya faktor-faktor lain di luar kendali saya. Termasuk dalam hal penelitian. Saya memfokuskan pada hal-hal penting yang bisa saya kendalikan, selebihnya saya menumpukan pada doa saya sendiri, keluarga dekat dan teman-teman terbaik yang selalu memberikan dukungan. Hal ini mampu mengendalikan keadaan uncertainty yang merupakan sifat inherent dari proses penelitian, dan menguatkan saya untuk terus maju dalam menyelesaikan tugas penelitian. Semoga tesis saya dapat selesai tepat waktu, dan pastinya gardening akan menemani cerita perjuangan yang tertuang di kata pengantar. Insya Allah, AminJ
Sumber rujukan:
Wolston, C., 2019, PhDs: the tortuous truth, Nature (575), 403-406, https://doi.org/10.1038/d41586-019-03459-7, https://www.nature.com/articles/d41586-019-03459-7, diakses pada 29 September 2022.
https://www.rhs.org.uk/advice/health-and-wellbeing/articles/why-gardening-makes-us-feel-better, diakses pada 29 September 2022.
https://sgsahblog.com/2022/04/14/general-life-hacks-for-the-phd-researcher/, diakses pada 29 September 2022.
*) Artikel ini merupakan aset pengetahuan organisasi dengan nomor registrasi DOCTRINE UK Artikel No. 2022-09-4-PLH.