Anggota Doctrine-UK Tampilkan Tarian Aceh di Oxford

OXFORD. Para anggota Doctrine-UK menampilkan tari Aceh Rateb Meuseukat di kota Oxford, Inggris. Mereka unjuk diri bersama sejumlah mahasiswa dan diaspora Indonesia di Inggris dalam pameran dagang Indonesian Small Medium Enterprises (ISME), di Broad Street, Minggu Waktu Indonesia Barat (27/11).

Para penari tergabung dalam Sanggar Jamboe Aceh, yang berlatih di KBRI London setiap akhir pekan sejak Oktober 2022. ini adalah penampilan mereka yang kedua setelah pagelaran Indonesian Day di London, awal November lalu. 

 “Tarian Rateb Meuseukat mengajarkan kami banyak hal tentang budaya Aceh. Kesenian ini melatih kekompakan dan sarana mengekspresikan diri. Apalagi sebagai mahasiswa S3, saya perlu kegiatan lain agar tidak jenuh belajar,” ujar Gilang Desti Parahita, Sekretaris Senior Doctrine-UK yang merupakan mahasiswi PhD jurusan Culture, Media and Creative Industry di King’s College London. 

Selain Gilang, anggota Doctrine-UK yang turut tampil adalah Susiana Melanie, mahasiswi S3 bidang Material Science and Engineering Imperial College London dan Hilda Mulu, mahasiswi doktoral bidang pendidikan di University College London. 

“Mereka tidak punya latar belakang penari profesional, kebanyakan adalah mahasiswa yang sedang studi di Inggris. Namun semuanya punya semangat sama untuk mempelajari budaya dan kesenian Aceh,” kata Koordinator Sanggar Jamboe Aceh Syera Lestari.

Syera dan para penari Sanggar Jamboe Aceh mengaku bangga dapat membawakan tarian yang jarang ditampilkan. Syera yang berdarah asli Aceh mengatakan Tari Rateb Meuseukat diiringi dengan nyanyian khas Aceh serta tepukan tangan penari. Tarian ini berasal dari pesisir barat daya Aceh. ”Rateub Meuseukat dahulu ditarikan di acara-acara keagamaan Aceh namun sekarang berubah menjadi hiburan di banyak panggung kesenian, termasuk di hajatan perkawinan,” ujar alumnus S2 Institut Seni Indonesia Surakarta yang tengah menemani suaminya studi posdoktoral di London tersebut.

Walikota Oxford James Fry yang menyaksikan pertunjukkan dan berjumpa dengan para penari seusai penampilan, menyampaikan kekagumannya. “Di Oxford kami punya banyak warga Indonesia, namun baru kali ini saya melihat tari Aceh. Kami harap tarian Aceh dapat sering ditampilkan di sini,” ungkapnya.

Camilo Soler Caicedo, warga London juga mengatakan hal serupa, “Saya sangat terkesima dengan Indonesia melalui tari Aceh itu.  Sangat berbeda dari tari-tari lain yang sering ditampilkan di sini.” Ujarnya. 

Desra Percaya Duta Besar Indonesia untuk Inggris dan Irlandia yang turut menyaksikan Rateub Meusakat juga mengatakan sangat menyukai penampilan tim Jamboe Aceh. “Diaspora Indonesia yang menampilkan Tari Aceh di Inggris itu membuktikan bahwa diaspora memberi kontribusi untuk negeri dengan mengenalkan seni dan budaya kita di mancanegara,” ujarnya.

Nama tari Rateb Meuseukat diadopsi dari bahasa Arab yaitu “rateb” yang berarti zikir sedangkan “Meuseukat” yang bermakna sakat atau diam. Tujuan tari ini mulanya untuk mensyiarkan Islam, sama seperti tarian Aceh pada umumnya. 

Dilihat dari daerah asalnya, Rateb Meusekat berbeda dengan Tari Saman yang berasal dari dataran tinggi Gayo. Di daerah asalnya, Tari Saman ditampilkan dengan syair berbahasa Gayo, sedangkan syair dalam Rateb Meusekat dinyanyikan dalam Bahasa Aceh. Jika di daerah asalnya Tari Saman ditampilkan oleh penari laki-laki, Rateb Meusekat ditampilkan penari perempuan.

Tari Rateb Meusekat terdiri dari tiga bagian. Pertama adalah Saleum (salam), lalu Kisah yang bercerita tentang Nabi atau syuhada Islam yang telah gugur di masa lalu. Terakhir adalah Lanie (penutup) yang berisi petuah.